05:54 1
Penulis bersyukur mendapat kesempatan memenuhi undangan Gala Premier Langit Biru di Senayan City sebelum penayangannya secara resmi di bioskop pada tanggal 17 November 2011. Salah satu pemerannya yaitu Beby Natalie yang berperan sebagai Amanda adalah murid saya di Secondary 1 Pelangi Kasih School. Jadi melalui orang tuanya saya mendapatkan tiket gratis. 

O ya film Langit Biru sendiri adalah film drama musikal yang bertemakan persahabatan di sekolah tetapi berfokus pada masalah bullying. Tiga orang sahabat,  Biru (Ratnakanya Anissa Pinandita), Tomtim (Jeje Soekarno) dan Amanda (Baby Natalie) selalu mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari Bruno (Cody McClendon) baik di saat belajar di kelas maupun di luar kelas. Sasaran Bruno bersama gengnya tentu saja bukan cuma mereka tetapi setiap siswa-siswwi tidak luput menjadi sasaran keisengan mereka.
Ketiga sahabat ini semakin kesal karena Bruno dengan aksinya yang semakin menjadi tapi tidak pernah jera. Kelihaian mereka dalam beraksi membuat aksi mereka jarang diketahui guru dan otomatis mereka sering lolos dari tindakan disiplin sekolah. 

Suatu kali mereka mendapatkan tugas kelompok dari guru mereka Miss Dewi (Becky Tumewu) untuk membuat school project. Si Biru langsung mendapatkan ide yaitu dia ingin merekam segala sepak terjang Bruno dan gengnya dengan kamera video yang dihadiahkan Papanya yang diperankan Ari Wibowo. Tujuannya agar nanti bisa menjadi bukti bagi pihak sekolah untuk nantinya menghukum si Bruno. Tanpa sepengetahuannya, Biru, Tomtim dan Amanda merekam dengan video cam segala aksi yang dilakukannya dalam membullying teman-temannya. Berbagai aksi bullying Bruno sudah terkumpul dan rencana pembalasannya semakin dekat. Tapi di luar dugaan Biru menemukan suatu fakta menarik tentang Bruno yang yang akhirnya mengubah rencana mereka semula. Fakta apa itu dan apakah Bruno terus berkasi melakukan bullying? Sanggupkah Biru dan teman-temannya mengatasi kenakalan Bruno yang sudah kelewat batas? Saksikan di bioskop terdekat, :)

Sebagai drama musikal, para pemeran dituntut tidak hanya berakting tetapi juga menyanyi dan dance. Ketiga hal ini teramu dengan baik dalam film ini. Film ini sangat edukatif, menghibur dan cocok untuk segala umur apalagi dengan kehadiran si Tika Panggabean dan Yossi Mokalu yang walaupun hanya sekilas tapi sangat mengundang tawa. Saykoji juga unjuk kebolehan dengan mengisi lagu dalam film ini.

07:25

Kekhawatiran guru terhadap tindak kekerasan selama masa orientasi siswa tetap ada. Untuk mencegah penganiayaan atau bullying terhadap siswa kelas X, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 13 Jakarta Utara 'mengakarantina' siswa kelas X di lantai 3.
"Masa orientasi siswa kelas X kami tempatkan di lantai paling atas," kata Pembina OSIS sekaligus penanggung jawab masa orientasi siswa di SMA 13 Drs Sarwin saat ditemui di kantornya.
Sarwin menambahkan selama masa orientasi siswa kelas X dilarang melakukan interaksi dengan siswa kelas XI dan XII. Caranya di setiap tangga akses menuju ruang kelas XI dan XII dijaga oleh panitia orientasi. "Di setiap tangga ada yang menjaga, jadi anak kelas XI dan XII tidak bisa menculik anak baru," ujarnya.
Ketua Panitia Masa Orientasi Siswa SMA Negeri 13, Andis mengatakan oknum siswa senior yang ingin mengerjai siswa baru tetap ada di SMA 13. Namun untuk mengantisipasi hal seperti itu, panitia akan terus mengawal siswa baru sampai jam orientasi selesai. "Kalau di luar sekolah memang bukan tanggung jawab panitia. Tapi kami akan tetap memantau mereka," katanya.
Andis menambahkan pihak sekolah sudah memberikan pengarahan kepada siswa kelas XI dan XII supaya tidak mengganggu. Siswa baru. Kalau sampai ketahuan ada siswa senior yang mengerjai siswa baru akan berurusan dengan guru. "Pokoknya sudah ada sanksi dari sekolah," katanya.
Masa orientasi di SMA 13 menggunakan konsep yang menyenangkan. Setiap siswa diajarkan untuk berkelompok dalam setiap kegiatan. Di akhir masa orientasi nanti SMA 13 mewajibkan siswa baru membuat kreasi. "Terserah kreasinya dalam bentuk apa. Yang pasti harus kreatif," kata Sarwin.
Masa orientasi siswa si DKI Jakarta akan digelar selama tiga hari. Orientasi akan dimulai dari pukul 07.00 sampai pukul 15.00 WIB.

Tempo Interaktif 

00:34 1
Kesadaran akan bahaya bullying dalam MOS di tahun ini rupanya sudah cukup tinggi. Sejak first day of school di beberapa sekolah di Jakarta dan sekitarnya sampai hari terkahir MOS tampaknya tidak ada laporan yang berkaitan dengan bullying (atau tidak dilaporkan?).  Seperti kita ketahui bersama, MOS adalah momok yang menakutkan bagi para siswa karena menjadi ajang kekerasan dari para senior kepada para yunior.
Antisipasi sejak dini sudah dilakukan oleh para pihak terkait untuk mencegah aksi bullying baik yang terang-terangan maupun yang terselubung dalam MOS. Bahkan di Depok, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Depok pun telah mengedarkan surat edaran ke tiap sekolah satu minggu sebelum MOS digelar untuk melarang siswa senior melakukan kekerasan fisik berlebihan terhadap siswa baru. Ini patutu dicontoh. Kepala Disdik Kota Depok Farah Mulyati mengatakan, hal–hal yang tidak boleh dilakukan di antaranya seperti bullying dan kekerasan terhadap siswa baru. Bahkan, kata Farah, siswa yang sakit tidak wajib mengikuti MOS asal mengajukan surat keterangan dari dokter dan tidak akan mempengaruhi nilai akademik. 

MOS adalah masa penyesuaian bagi para siswa baru dan sudah menjadi tradisi di sekolah negeri. Kalau di sebagian besar sekolah negeri, MOS nampaknya masih diwarnai perpeloncoan yaitu para siswa mengenakan atribut yang aneh-aneh. Tapi ada juga sekolah negeri yang melarang siswa memakai tanda-tanda atau atribut yang aneh dan mewajibkan siswa memakai seragam saja. Di sekolah swasta, seperti di tempat saya mengajar acara MOSnya sangat simpel dan nggak ribet. Hanya diisi dengan perkenalan dan penjelasan rules dan prosedur. Siswapun tidak memakai atribut yang nggak jelas. 

MOS idealnya sih harus berkesan bagi para siswa. Kalau dulu, kesan MOS itu karena ada atribut yang aneh2 dan kegiatan yang agak ganjil atau yang aneh buat siswa. MOS itu bisa sih dibuat berkesan tanpa harus mengacu pada budaya plonco jadul tapi tetap harus bebas bullying. Agaknya acaranya harus dibuat kreatif, fun dan mengena ke siswa. 


MOS bisa juga diisi dengan pembentukan karakter siswa, memotivasi siswa dan pemupukan rohani atau penyegartan rohani bagi siswa. Bisa juga diisi dengan pembekalan siswa untuk mengerti apa itu bullying agar tidak aka terjadi kasus bullying di sekolah. 


OK, selamat memasuki tahun ajaran baru. Bye bye MOS, bye bye Bullying

07:18
Tahun ajaran baru sudah dimulai pekan ini. Masuknya anak baru di sejumlah sekolah membuka lagi kemungkinan terjadinya tindakan bullying atau pembulian.
Meskipun di beberapa sekolah upaya mengenalkan anak baru ke sekolah dilegalkan dan diawasi melalui kegiatan Masa Orientasi Sekolah (MOS), tidak tertutup kemungkinan terjadi pembulian yang lepas dari kontrol sekolah.
Pembulian bukan hal sepele, bukan juga sekadar dinamika pergaulan anak-anak. Sebab, dari tahun ke tahun jumlah korbannya terus meningkat.
Yayasan Semai Jiwa Amini (Sejiwa), lembaga yang aktif memerangi masalah pembulian, mencatat, pada 2007, ada satu korban jiwa akibat tindak pembulian saat berlangsungnya MOS. Sedangkan pada 2008. ada tiga orang meninggal, dan pada 2009 ada enam anak yang meninggal. Ini belum termasuk angka mereka yang mengalami luka fisik atau mental.
Lain lagi data yang dihimpun World Vision Indonesia. Pada 2008, terjadi 1.626 kasus, tahun 2009 meningkat hingga 1.891 kasus, 891 di antaranya kasus di sekolah. Adapun Komisi Perlindungan Anak Indonesia pada 2009 mencatat ada 98 korban fisik, 108 seksual, dan 176 kasus psikologis, dengan 210 anak meninggal karena kekerasan.
"Ini tindakan yang memang sulit dilacak," kata Diena, Ketua Sejiwa. Peningkatan jumlah kejadian, menurut Diena, bisa jadi karena kesadaran masyarakat lebih tinggi dengan semakin banyaknya liputan media. "Atau bisa jadi karena kondisinya memang lebih parah," kata Diena.
Apalagi pembulian sering kali diawali oleh hal-hal yang dianggap sepele oleh orang tua. Misalnya di sebuah sekolah di Bekasi, seorang anak perempuan bunuh diri akibat terus-menerus diejek karena ayahnya tukang bubur.
Ada lagi di sebuah sekolah Jakarta, seorang remaja perempuan diancam dan diintimidasi oleh kakak kelasnya hanya karena tidak mengenakan kaus dalam.
Di ranah psikologi, masalah pembulian lumayan baru, tepatnya dimulai pada 1970-an. Saat itu psikolog Dan Ulweus meneliti fenomena yang terjadi di sekolah di Norwegia. Setelah itu banyak penelitian yang dilakukan berdasarkan tingginya tingkat bunuh diri yang dipicu pembulian, kata René Veenstra, seorang sosiolog dari University of Groningen, Netherlands.
"Berbagai penelitian membuktikan para pembuli menginginkan penghormatan, status, dan dominasi," kata Veenstra. Berbeda dengan gurauan dalam berteman, bullying bersifat jangka panjang, tidak diinginkan dan tidak terjadi dalam kerangka sosial yang sama.
"Tapi satu tindakan baru dianggap sebagai pembulian--bukan gurauan antarteman--jika korban tidak suka dengan tindakan tersebut," kata Diena. Adapun yang termasuk pembulian adalah perilaku yang sengaja dilakukan untuk menekan, mengintimidasi, dan menakut-nakuti korbannya untuk menunjukkan kekuatan/kekuasaan pelakunya.
Merunut akar pembulian, Diena menyebut hilangnya nilai-nilai luhur dalam masyarakat yang mengutamakan rasa saling percaya (trust) dan saling menghormati (respect). Karena hilangnya nilai luhur ini, yang dominan kemudian adalah ego pada diri pribadi anak.
Ini terjadi karena masih banyak orang tua dan guru yang melakukan corporal punishment dengan alasan untuk mendisiplinkan. Padahal yang dilakukan sebenarnya adalah bentuk lain dari kekerasan. Misalnya, memukul tangan dengan penggaris, menjambak rambut karena terlalu panjang, dan menyuruh push up karena terlambat.
"Padahal, dengan cara ini, anak malah imun terhadap kekerasan dan menganggap cara itu adalah yang benar," kata Diena. "Memukul anak cara paling rendah untuk memberitahukan kesalahan anak."
Ada lagi kegiatan ekstrakurikuler yang mengutamakan perasaan elite sebagai kelompok dengan hukuman yang sebenarnya pembulian juga. "Anehnya, ada orang tua yang menganggap ini wajar. Malah bangga karena anaknya bisa memasuki kelompok elite tersebut," kata ibu yang anaknya duduk di bangku kelas XI SMA ini.
Dampaknya, anak yang mengalami kekerasan bisa jadi agresif atau pasif. "Atau bisa sekaligus kedua-duanya. Misalnya di rumah pasif tapi agresif di luar rumah," kata Diena. Televisi dan video game berisi kekerasan adalah tambahan yang menjadi pencuci otak anak yang efektif dan menjadikan mereka permisif terhadap kekerasan.
"Perlu diingat, anak cenderung menjadi pelaku kekerasan yang lebih keras karena memiliki imajinasi dan kreativitas mengembangkan ide kekerasan yang sudah tertanam di otaknya," kata Diena." Padahal mereka sebenarnya anak-anak yang marah, kecewa, dan bingung bagaimana mengungkapkannya."
Menurut Veenstra, pembuli sebenarnya menginginkan perhatian. Dalam penelitiannya, Veenstra melihat pembuli sangat peduli terhadap kesepakatan dalam kelompok mereka sendiri. Jadi mereka secara strategis mengambil korban dari yang anak-anak yang, mereka tahu, tak akan dibela oleh teman-temannya.
Penelitian Veenstra menyebut, 85 persen kasus pembulian terjadi memang untuk dipertontonkan. Pembuli ingin tindakan mereka diketahui. "Ada kalanya korban terbuli memiliki teman-teman yang membela, tapi biasanya lebih banyak pendukung pembuli," kata Veenstra.
Meski ada beberapa hal yang membuat anak lebih berpotensi menjadi korban, tak ada satu pun hal yang pasti mengapa seorang anak menjadi target pembulian. "Tak ada satu pun alasan yang pasti," kata Young Shin Kim, Profesor di Child Study Center, Yale School of Medicine.
"Satu hari mungkin pembuli hanya tak suka korban menggunakan sesuatu berwarna pink, atau di hari lain karena korban menggunakan warna biru. Atau karena korban bertubuh jangkung, atau pendek, menggunakan kacamata," kata Kim. "Tapi ada sejumlah anak yang hanya menganggap pembulian sebagai hal yang keren untuk dilakukan."
Meski tidak bisa ditebak, para peneliti menemukan karakter umum dari anak-anak pelaku pembulian. Mereka umumnya adalah anak-anak yang impulsif, dominan secara sosial, suka berkonfrontasi, dan mudah frustrasi.
Mereka umumnya juga anak-anak yang kurang punya empati, suka mempertanyakan pihak otoritas, suka mencoba-coba melanggar peraturan, mengidolakan kekerasan, dan memiliki kemampuan berbicara untuk membela diri dalam situasi yang sulit. Banyak pendukung pembuli," kata Veenstra.
Tindakan ini akan mengakibatkan lemahnya performa akademis, depresi, serta rendahnya kepercayadirian, dan ini akan berlangsung selama bertahun-tahun. "Padahal, saat anak depresi, 40 juta sel otaknya ikut mati," kata Diena mengingatkan.
Para pembuli juga tak akan pernah menjadi pihak pemenang. Pembuli juga berisiko akan banyak negatif, menjadi pelanggar hukum, pelaku kekerasan, dan mengidap masalah psikologis. Sebuah penelitian pada anak sekolah di Korea menemukan bahwa semua siswa perempuan yang terlibat dalam tindakan ini--baik sebagai pembuli, terbuli, maupun keduanya--berisiko tinggi melakukan bunuh diri.
Penelitian lain membuktikan bahwa anak lelaki yang diidentifikasi sebagai pembuli di sekolah dasar empat kali lebih mungkin melakukan tindakan kriminal saat berusia sekitar 20 tahun.
Sayangnya selama ini penyelesaian di Indonesia belum terkoordinasi dengan baik. Pembuli biasanya dilaporkan ke polisi, dipenjarakan, dan semakin menanamkan bahwa kekerasan itu hal normal dalam pikiran anak.
Tapi cara membela diri paling ampuh bagi korban atau calon korban adalah membekali mereka dengan kemampuan berkomunikasi secara asertif. Menurut Diena, dengan komunikasi asertif, seorang anak kecil yang dibuli oleh temannya yang lebih besar, jika mengatakan "tidak" secara tegas, akan membuat si pembuli sungguh-sungguh mundur.
 


sumber : TEMPO Interaktif,


19:15 2
Penelitian terkini menunjukkan bahwa memiliki  kelebihan berat badan dapat meningkatkan risiko yang jauh lebih besar untuk dibullying. Ada faktor-faktor lain yang dianggap berperan dalam resiko dibullying seperti jenis kelamin, ras dan tingkat pendapatan keluarga, tetapi tampaknya faktor-faktor tersebut tidak begitu menjadi masalah. Yang menjadi masalah besar adalah memiliki kelebihan berat badan  dan  ini menjadi faktor utama pendorong agresifitas perilaku anak yang lain untuk melakukan bullying.
Studi ini menemukan bahwa kelebihan berat badan meningkatkan risiko menjadi sasaran bullying sebesar 63 persen.
"Salah satu alasan kami memulai studi ini adalah obesitas yang jauh lebih umum sekarang ini. Sekitar separuh dari anak-anak kelebihan berat badan atau obesitas, jadi kami pikir mungkin anak-anak tidak akan diejek karena kelebihan berat badan lagi, "kata penulis studi Dr Julie Lumeng, seorang ilmuwan riset asisten di Pusat Pertumbuhan dan Pengembangan Manusia di University of Michigan di Ann Arbor.
"Apa yang kami temukan, ternyata di luar harapan. Jika Anda gemuk, kemungkinan besar Anda akan dibullying, " katanya.
Hasil penelitian akan diterbitkan dalam edisi Juni Pediatrics, tetapi dirilis secara online 3 Mei.
Penelitian ini melibatkan 821 anak laki-laki dan perempuan dari sampel perwakilan nasional dari anak-anak yang dipilih dari 10 lokasi di seluruh Amerika Serikat. Penelitiaanjperilaku Bullying ini dilakukan terhadap grade 3, grade 5 dan grade 6.. Para responden itu kebanyakan kulit putih, setengah dari mereka adalah laki-laki dan 15 persen kelebihan berat badan di kelas tiga.
Di grade 6, guru melaporkan bahwa 34 persen anak-anak studi telah dibullying, dan ibu-ibu melaporkan bahwa 45 persen anak-anak telah
dibullying, sementara 25 persen dari anak-anak sendiri mengatakan mereka telah dibullying.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa anak laki-laki, minoritas dan anak-anak dari kelompok berpenghasilan rendah cenderung akan diintimidasi, sehingga peneliti mengambil faktor ini sebagi bukti untuk melihat apakah mereka membuat perbedaan. Para penulis studi juga memakai skill sosial anak dan prestasi akademik dalam analisis mereka.
"Tak peduli berapa kali kita mengulang tesnya, temuan itu sangat kuat. Anak-anak yang obes anak-anak lebih mudah dibullying," kata Lumeng.
Dia mengatakan bahwa salah satu alasan dia percaya temuan itu sangat konsisten adalah bahwa prasangka terhadap orang-orang yang kelebihan berat badan atau obesitas adalah "begitu meluas bahwa hal itu dapat diterima."
Dana Rofey, asisten profesor dengan Manajemen Berat dan Wellness Center di Children's Hospital of Pittsburgh, mengatakan ia tidak terkejut dengan temuan. "Bullying merupakan keluhan psikososial yang paling umum yang dialami para pasien kami," katanya.
"Bagi orang tua dan dokter anak, salah satu isu yang muncul dalam riset ini adalah bahwa jika Anda merawat anak yang kelebihan berat badan, Anda perlu waspada terhadap hal  ini dan Anda sebaiknya melakukan pendekatan yang lembut. Tanyakan,. 'Bagaimana keadaanmu di sekolah? " atau "Apakah ada yang pernah mengatakan sesuatu yang membuat kamu merasa tidak nyaman?" karena ini mungkin merupakan masalah yang sulit diungkap oleh anak-anak, "kata Lumeng.
Jika anak Anda memberitahu bahwa dia sedang dibullying di sekolah, kata Lumeng,  tanggapan pertama Anda harus memvalidasi perasaan anak anda, dan membiarkan mereka atyau pelaku tahu bahwa tidak baik bagi mereka  memperlakukan seseorang dengan cara seperti itu.
Apa yang harus dilakukan selanjutnya bisa rumit, disepakati kedua ahli.
"Jadilah mendukung, dan biarkan anak Anda tahu bahwa Anda akan membantu mereka. Konsultasikan dengan anak Anda dan bertanya bagaimana ia ingin Anda untuk ikut terlibat," saran Rofey. Banyak anak muda dapat meminta orang tua mereka untuk mengambil pendekata, katanya. Tapi dia merekomendasikan beberapa
pedoman pengaturan. "Katakan sesuatu seperti," Sepertinya situasi sekarang udah baik dan terkendali, tapi mari kita terus bicara dan mengecek tentang hal itu. ""
Rofey juga merekomendasikan untuk mengajar anak Anda cara untuk menghindari situasi yang mungkin menyebabkan dia dibullying, dan berbicara dengan anak Anda tentang bagaimana untuk mencari pertolongan dari orang dewasa jika mereka perlu. Tergantung pada situasi, ia mengatakan bahwa orang tua mungkin perlu langkah dan advokasi untuk anak-anak mereka di sekolah. Tapi, dia menyarankan selalu membiarkan anak-anak Anda tahu  langkah
apa yang akan diambil.

source : Yahoo news

04:44 8
     Menghukum anak dengan memukul atau menampar dulunya dianggap sebagai bagian dari disiplin. Anggapan itu kini perlu ditinjau lagi. Penelitian terbaru di 20 kota besar di AS yang dimuat di jurnal Pediatrics mengungkap, anak yang kerap dipukul orangtuanya lama-kelamaan akan berperilaku agresif. Ketika anak berusia tiga tahun dan mendapat perlakuan kasar, kemungkinan besar si kecil berperilaku agresif saat ia berusia lima tahun. Penelitian memperkirakan antara 35 persen sampai 90 persen orang tua masih disiplin anak-anak mereka dengan cara ini.


     "Kita semua tahu bahwa anak-anak butuh bimbingan dan disiplin, tetapi orang tua harus berfokus pada bentuk yang non foisik dan lebih positif dan harus menghindari kekerasan," demikian  Catherine Taylor, seorang peneliti dan assistant professor of community health sciences at Tulane University's School of Public Health and Tropical Medicine in New Orleans. Dia menambahkan bahwa hukuman yang relatif kecil juga bisa memiliki implikasi yang lebih besar.


     Parenting yang positif sangat efektif dalam memutus siklus kekerasan dan potensi untuk mengurangi tingkat kekerasan secara keseluruhan di masyarakat kita," kata Dr Kathryn J. Kotrla, ketua psikiatri dan ilmu perilaku di College of Medicine, Texas A & M Health Science Center kampus Round Rock.


     . Dalam studi terkini, hampir 2.500 ibu menanggapi pertanyaan tentang seberapa sering mereka memukul anak mereka 3 tahun selama bulan terakhir. Mereka juga ditanya tentang tingkat agresi anak pada usia 3, serta berbagai faktor risiko orangtua seperti depresi ibu, penggunaan alkohol dan kekerasan di antara anggota keluarga lainnya.Sekitar setengah dari para ibu itu mengatakan mereka tidak memukul anak mereka pada bulan sebelumnya, sementara 27,9 persen melaporkan memukul satu atau dua kali, dan proporsi yang sama - 26,5 persen - mengatakan bahwa mereka telah menggunakan jenis hukuman fisik selama lebih dari dua kali dalam jangka waktu tersebut. Hasil riset juga mengungkapkan, anak-anak yang berusia 3 tahun yang mengalami hukuman fisik dua kali atau lebih sebelum riset berlangsung memiliki kemungkinan 50 persen lebih agresif saat dia akan berusia 5 tahun. 


Sayangnya, peneliti mengakui, mereka tidak bisa membuktikan sebab dan akibat dari hubungan antara ibu dan anak. Akan tetapi, peneliti meyakini pertanyaan itu dapat terjawab dengan riset lanjutan dikemudian hari. "Kita tahul, anak belajar dari apa yang dilakukan orang tuanya. Jadi, jika si anak dipukul, apapun alasannya, artinya Anda mengajarkan mereka menjadi agresif," tegas Taylor.Ia menambahkan, semakin sering anak dipukul, apapun alasannya, maka si anak semakin merasakan stres, maka hal ini  akan berdampak pada perkembangan otak, emosional dan perilaku si anak.


     Psikolog  Robin Gurwitch, Psikolog dari National Center for School Crisis and Bereavement berpendapat senada. . Menurutnya, hasil riset terbaru menegaskan hasil riset sebelumnya dimana hukuman fisik pada usia dini berkaitan erat dengan tingkat agresifitas anak di kemudian hari. "Bagaimana kita membantu orang tua untuk memberikan strategi efektif ketimbang hukuman fisik dan memang terdapat strategi yang lain, orang tua hanya perlu mengembangkan segala kemungkinan," katanya. Kotrla menambahkan, riset menyarankan kepada pemerintah dan pembuat kebijakan untuk memperhatikan dan membahas isu hukuman fisik dan pencegahannya sebagai usaha mengurangi kekerasan di masyarakat melalui parenting yang efektif..

00:43 4
Bunuh diri adalah salah satu penyebab utama kematian anak-anak di sekolah menengah dan sekolah tinggi dan hal itu dapat dicegah jika orang dewasa dan teman-teman sadar akan tanda-tanda peringatan dan tahu apa yang harus dilakukan.


Anak-anak yang bunuh diri dapat menunjukkan tanda-tanda peringatan bagi teman-teman mereka, teman sekelas dan orang dewasa ( termasuk orang tua dan guru).. Jangan pernah mengabaikan tanda-tanda itu. Anda dapat membantu! Beberapa situasi yang dapat menyebabkan beberapa anak untuk berpikir tentang bunuh diri termasuk putus dengan pacar atau pacar, gagal di sekolah, masalah dengan orang tua, penolakan oleh teman-teman, dll Anak-anak dan pemuda yang telah mengalami masalah pribadi, pelecehan, atau peristiwa tragis sebelumnya yang menakutkan, atau yang menderita depresi atau masalah emosional lainnya, memiliki risiko lebih tinggi bunuh diri. Peringatan atau tanda-tanda itu mungkin tidak muncul secara langsung. Orang tua, guru dan teman-teman harus menjadi pengamat dan pendengar yang baik dan memantau orang yang memiliki kecenderungan untuk bunuh diri tersebut. Berikut adalah beberapa tips untuk membantu mencegah bunuh diri :


Tanda Peringatan Bunuh Diri :


Catatan bunuh diri. Ini adalah tanda yang sangat nyata dari bahaya dan harus ditanggapi serius.


Ancaman. Ancaman atau laporan langsung ("Saya ingin mati" ". Aku akan bunuh diri") atau, komentar tidak langsung ("Dunia akan lebih baik tanpa aku", "Toh tidak akan ada yang merindukanku "). Di kalangan remaja, petunjuk-petunjuk tidak langsung dapat ditemukan sewaktu dia bercanda atau melalui komentar dalam tugas-tugas sekolah, karya tulis kreatif (puisi) atau karya seni. Anak-anak muda mungkin ada yang tidak mampu mengekspresikan perasaan mereka dalam kata-kata, tetapi dapat memberikan petunjuk tidak langsung dalam bentuk tindakan, perilaku kekerasan, seringkali dengan komentar-komentar mengancam atau bunuh diri.


Upaya percobaan bunuh diri. Jika seorang anak atau remaja telah mencoba bunuh diri di masa lalu, ada kemungkinan lebih besar bahwa ia akan mencoba lagi. setia terhadap teman yang telah mencoba bunuh diri sebelumnya.


Depresi (tidak berdaya / putus asa). Ketika gejala depresi termasuk pikiran yang kuat dari ketidakberdayaan dan keputusasaan muncul pada diri remaja, ada kemungkinan risiko yang lebih besar untuk bunuh diri. Hati-hati terhadap perilaku atau komentar yang menunjukkan bahwa teman Anda merasa kewalahan oleh kesedihan atau pandangan yang pesimistis mengenai masa depan mereka.


"Topeng" depresi. Kadang-kadang mengambil risiko perilaku dapat mencakup tindakan agresi, tembak-menembak, dan alkohol / penyalahgunaan zat. Sementara teman Anda tidak bertindak "tertekan," perilaku mereka menunjukkan bahwa mereka tidak peduli tentang keselamatan mereka sendiri.


Upaya untuk menyakiti diri sendiri. perilaku melukai diri sendiri adalah tanda peringatan untuk anak-anak muda serta remaja. perilaku yang merusak diri umum termasuk berjalan ke lalu lintas yang ramai, melompat dari ketinggian, dan menyilet / memotong/ mengiris-iris tubuh.


Perubahan mendadak dalam kepribadian, perilaku dan penampilan. Orang tua, guru dan teman-teman sering menjadi pengamat terbaik dari perubahan mendadak pada siswa yang mau  bunuh diri. Perubahan dapat meliputi menarik diri dari teman dan keluarga, bolos sekolah atau kelas, kehilangan keterlibatan dalam kegiatan yang penting sekali, dan menghindari teman-teman.


Kematian dan tema bunuh diri. Ini mungkin muncul dalam gambar kelas, sampel kerja, jurnal atau pekerjaan rumah.


Rencana / metode / akses. Seorang anak remaja yang hendak bunuh diri mungkin menunjukkan minatnya terhadap senjata, atau mungkin tampaknya telah meningkatkan akses ke senjata, pil, dll, dan / atau dapat berbicara tentang atau petunjuk pada rencana bunuh diri. Semakin besar perencanaan, semakin besar potensi untuk bunuh diri.
(Adapted from “A National Tragedy: Preventing Suicide in Troubled Children and Youth,”)



Apa Yang Dapat Anda Lakukan untuk Membantu TemanAnda Yang Hendak Bunuh Diri?

1. Jangan takut untuk berbicara dengan teman Anda. Tetap tenang dan dengarkan perasaan mereka. Pastikan mereka tahu betapa pentingnya mereka bagi Anda.

2. Jangan menghakimi atau menyudutkan mereka atau membuat perdebatan dengan mereka dengan menyatakan,"Kalau kamu bunuh diri pasti masuk neraka!" atau mengajukan pertanyaan,"Apakah bunuh diri bisa masuk surga?" Perdebatan dan penghakiman rohani tidaklah dibutuhkan dalam situasi ini. Yang mereka perlukan adalah perhatian dan kepedulian kita.

3. Jauhkan dari benda-benda yan berpotensi untuk membuat orang bunuh diri. Misalnya pisau, cutter, obat panadol yang jumlahnya banyak, tali, obat serangga dan lain-lain.

4. Beritahu orang dewasa yang anda percayai. Bicara kepada orangtua Anda, orangtua teman Anda, psikolog sekolah Anda atau konselor - orang dewasa yang dipercaya. Dan jangan menunggu! 

5. Dampingi terus teman anda. Bila ada orang yang terus memperhatikan maka ada kemungkinan perhatiannya akan teralih. Bila kita tidak bisa terus menemaninya maka pastikan ada anggota keluarga yang bisa mendampinginya dan kita bisa terus menjalin komunikasivia telpon atau sms.

6. Doakan teman Anda. Serahkan kepada Tuhan dan bawa dalam doa teman Anda. Usaha kita terbatas karena itu kita perlu mengandalkan Tuhan.  Luangkan waktu untuk berdoa buat orang yang hendak bunuh diri agar Tuhan dapat menyatakan kuasa-Nya dan menyadarkan orang tersebut.
Powered by Blogger.